Jumat, 23 September 2016

FANFICTION ASTRO


Ini FF pertama dan mungkin satu-satu FF Febriaz buat Astro. Gaje mungkin, dan alur yang kurang rapi ataupun bahasa yang masih tak jelas. Happy reading, dan sorry for typo.

**Febriaz**



STAY
 ‘Aku tetap disini. Dan selamanya disini.’


“Oppa, kau dimana?” Suara seorang yeoja di ujung telepon.
“Apa kau sudah lupa dimana aku biasanya sepulang sekolah?” Jawab seorang namja sambil terduduk di depan cermin besar di ruangan itu.
“Dimana oppa? Ah, ppalli!” Rengek yeoja itu. Mendengar suara yeoja yang notabenenya kekasihnya, namja itu tersenyum gemas.
“Ruang latihan Jenny-a. Aku berada di ruang latihan.” Jawab namja itu pada yeoja yang ternyata bernama Jenny. Park Jenny.
“Ya sudah oppa, aku akan kesana.” Ucap Jenny sebelum memutus panggilannya.
“Jenny?” Tanya namja lain berambut blonde sambil memberikan handuk pada namja yang baru saja meletakkan hpnya.
“Iya. Dongsengmu hyung.” Jawabnya.
Sebelumnya, perkenalkan dulu 6 namja yang berada di ruangan ini. Yang pertama, namja yang baru saja mendapatkan panggilan dari kekasihnya, Cha Eun Woo. Eun Woo sosok namja yang pengertian, murah senyum, perhatian dan tidak bisa dipungkiri dia merupakan magnet di ASTRO, grup mereka. Namja berambut blonde itu bernama Park Jinwoo atau biasa dipanggil Jinjin. Dia seorang leader yang cukup dewasa, Jinjin juga merupakan kakak Park Jenny, kekasih Eun Woo. Yang ketiga, namja yang suara tawanya selalu memenuhi ruangan, MJ. Banyak yang tak ingat siapa nama aslinya karena dia sendiri yang meminta semua orang memanggilnya dengan nama itu, bahkan guru-gurunya pun juga memanggil dengan nama itu selama tiga tahun ini. Ya, MJ berada ditahun ketiga bersama Jinjin. Kemudian dua namja yang sekarang masih melanjutkan melatih gerakan dancenya. Sekilas mereka terlihat sama, Monbin dan Rocky. King of dance di Fantagio High School. Yang membedakannya, mereka terpaut satu tahun. Sekarang Monbin tahun kedua, sama dengan Eun Woo. Sedangkan Rocky tahun pertama dengan satu namja lain, Yoon Sanha. Sanha, termuda digrup ini. Kadang tingkah lakunya menjadi hiburan tersendiri untuk hyung-hyungnya. Dan satu lagi yang perlu diperkenalkan, Park Jenny. Yeoja yang juga berada dibalik ASTRO. Bahkan dia yang memberikan nama ASTRO.
“Ya! Rocky, Monbin! Tak bisakah kalian istirahat? Ini waktunya istirahat.” Tegur Jinjin sambil mematikan musik latihan mereka.
“Hyah, hyung..” Ucap Rocky terduduk. Sebenarnya dia belum ingin istirahat.
“Rocky-a, yang dibilang Jinjin hyung benar. Kita sebaiknya istirahat. Kompetisi sebentar lagi, kita harus bisa menghemat tenaga.” Ucap Monbin membenarkan ucapan Jinjin.
“Baiklah hyung.” Ucap Rocky akhirnya. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru ruang. Seperti mencari sesuatu. Kemudian tatapannya berhenti pada Sanha yang sedang   asyik bermain dengan gadgetnya.
“Ya! Sanha-ya, bisakah kau ambilkan minumku?” Pinta Rocky.
“Sirheo! Ambil sendiri hyung!” Jawab Sanha masih fokus pada gadgetnya. Rocky ingin melemparkan handuknya pada Sanha, tapi tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Kemudian seorang yeoja masuk.
“Oppa!” Panggilnya.
“Oppa siapa yang kau panggil, Jen?” Tanya Jinjin pada dongsengnya.
“Ya jelaslah, Eun Woo oppa. Tak ada gunanya aku memanggilmu, Jinjin oppa.” Jawab Jenny yang sudah berdiri disamping Eun Woo. Merampas handuk EunWoo dan mengusap keringat kekasihnya itu. Jinjin mencibir melihat kelakuan dongsengnya.
“Aigoo..keringatmu oppa. Apa Rocky memberikan gerakan yang sulit lagi?” Tanya Jenny perhatian.
“Jenny noona, kenapa aku yang disalahkan?” Teriak Rocky tak terima.
“Tidak, Jenny. Rocky tidak memberikan gerakan yang sulit. Mungkin hari ini aku terlalu bersemangat saja.” Jawab Eun Woo sambil mengacak rambut Jenny pelan.
“Hei, kalian berdua! Tak bisakah kalian tidak bermesra-mesraan? Tak ingatkah kalian disini ada anak kecil?” Ucap MJ tiba-tiba. Semua menoleh padanya. Melihat MJ yang sedang menutup mata Sanha. Sedangkan Sanha sedang berusaha melepaskan tangan hyungnya itu.
“Lepaskan aku, MJ hyung! Aku bukan anak kecil lagi.” Teriak Sanha. Semua hanya tertawa melihat kelakuan dua makhluk itu.
“Jenny-a, apa kau sakit?” Tanya Eun Woo. Kini mereka bertujuh sedang duduk-duduk santai.
“Tidak. Aku tidak sakit oppa.” Jawab Jenny.
“Tapi, kau terlihat pucat. Dan kenapa kau bisa lupa dengan kegiatan rutin kami sepulang sekolah, sampai tadi kau menelponku.” Ucap Eun Woo.
“Aku baik-baik saja, oppa. Mian. Mungkin aku tadi sedikit blank. Palajaran hari ini sangat membuatku pusing.” Jelas Jenny sambil tersenyum. Senyum yang menutupi sesuatu. Eun Woo hanya mengangguk paham. Tapi, tidak dengan Jinjin.
***
“Oppa, eomma kemana?” Tanya Jenny ketika mendapati eommanya tak ada di rumah.
“Eomma pergi keluar sebentar, Jen.” Jawab Jinjin sambil terus mengganti chanel televisi. Mencoba mencari acara yang bagus. Jenny ikut terduduk di samping Jinjin. Ia mendekap bantal sofa sambil memainkan hp-nya.
“Jen? Gwaenchana?” Tanya Jinjin pelan. Jenny menoleh. Dilhatnya oppa-nya sedang mengamatinya serius. Jenny hanya diam. Tak diberinya jawaban untuk pertanyaan Jinjin. Karena Jenny tahu, oppa-nya sudah mengetahui dengan baik bagaimana keadaannya yang sebenarnya.
“Apa semakin memburuk?” Tanya Jinjin lagi.
“Aku tidak tahu, oppa. Yang jelas, memory ku semakin melemah. Dan aku juga sering sakit kepala.” Jawab Jenny pelan. Tak ada yang ia sembunyikan tentang keadaannya dari sang kakak.
“Kapan kau akan memberitahunya?” Tanya Jinjin. Jenny tahu siapa yang dimaksud Jinjin. Eun Woo.
“Entahlah. Aku belum siap, oppa.” Jawab Jenny lemah.
“Apa perlu aku yang memberitahunya?” Tawar Jinjin. Ia sangat khawatir pada adik satu-satunya.
“Jangan. Tidak perlu, oppa. Aku yang akan mengatakannya sendiri.” Tolak Jenny.
“Ya sudah kalau itu yang kau mau. Sekarang, kau istirahat saja. Sudah kau minumkan obatmu?” Ucap Jinjin. Jenny hanya mengangguk dan beranjak dari duduknya.
Sepeninggalan Jenny, Jinjin tak punya selera lagi untuk menonton televisi. Ia masih terduduk di tempatnya. Pandangannya menerawang jauh. Mencari objek yang selalu menjadi pusat pikirannya. Kemudian terlukis bayangan Jenny, dongsaeng yang sangat disayanginya. Setiap memikirkan Jenny, entah kenapa ia selalu ingin menangis. Membayangkan semua penderitaan Jenny, mebuatnya juga merasakan sakit. Jinjin akan selalu berusaha setegar mungkin didepan adiknya. Ia akan selalu menjaga Jenny. Karena mungkin hanya itu yang Jinjin bisa lakukan untuk Jenny.
***
“Hyung!” Panggil Eun Woo saat dilihatnya Jinjin memasukin ruang latihan sore ini. Jinjin hanya membalas dengan lambaian tangan sambil menghampiri Eun Woo dan yang lain.
“Jinjin hyung, Jenny kenapa? Hari ini dia tidak masuk.” Tanya Eun Woo.
“Oh, Jenny sedang ke Busan. Dia diajak eomma mengunjungi teman eomma disana.” Jawab Jinjin. Ada sedikit kekhawatiran ketika ia memberikan jawaban itu.
“O, aku kira dia kenapa-napa.” Ucap Eun Woo. Jinjin menepuk bahu Eun Woo pelan.
Tanpa ada yang tahu, saat ini yang Jinjin rasakan hanya khawatir. Ingin rasanya dia segera meninggalkan sekolah. Menemui dongsaengnya. Bukan di Busan melainkan di rumah sakit. Ia telah berbohong. Tak ada teman eommanya, yang ada seorang dokter. Ya, hari ini Jenny sedang check-up untuk keadaannya. Dan kenyataan itu masih Jinjin sembunyikan dari member ASTRO, terlebih lagi EunWoo.
“Hyung, gwaenchana?” Tanya Monbin menyadarkan Jinjin.
“Oh. Gwaenchana.” Ucap Jinjin tersenyum. Menutupi apa yang mengganggu pikirannya.
“AH..!” Teriak Sanha tiba-tiba.
“Sanha-ya kau kenapa? Kau sakit?” Tanya Jinjin khawatir.
“Aku tidak sakit hyung. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa takut.” Jawab Sanha polos.
“Dasar penakut. Apa yang kau takutkan?” Tanya MJ.
“Tadi aku iseng-iseng membuka kalender. Dan aku baru sadar jika hari kompetisi kita sebentar lagi, hyung.” Jelas Sanha.
“Ah, aku kira apaan.” Ucap Rocky sambil melayangkan jitakannya dikepala Sanha.
“Appo, hyung! Kau selalu menyiksaku.” Gerutu Sanha mengusap kepalanya.
“Sudah..sudah. Sekarang kita mulai saja latihannya.” Ucap Jinjin beranjak berdiri. Ia mulai melakukan pemanasan diikuti 5 makhluk yang lain. Meski pikirannya masih tak bisa tenang, tapi seorang Jinjin akan terus menyembunyikannya. ‘Semoga tak terjadi apa-apa denganmu, Jenny-a.’ Harap Jinjin dalam hati.
***
“Kenapa kau tak mengatakannya padaku kalau kemarin kau ke Busan?” Tanya Eun Woo pada Jenny yang duduk di depannya. Mereka berdua sedang makan siang di cafetaria.
“Mian, oppa. Kemarin aku terlalu senang sampai aku lupa memberitahumu.” Jelas Jenny tak lupa dengan cengirannya.
“Baiklah. Kau tidak tahu bagaimana khawatirnya aku kemarin. Aku kira kau kenapa-napa.” Ucap Eun Woo.
“Aku janji. Aku tak akan membuatmu khawatir lagi, oppa.” Ucap Jenny sambil tersenyum. Meski dalam hatinya, ia tak yakin dengan janji yang diucapkannya itu. Eun Woo mengacak rambut gadisnya pelan.
Tanpa Jenny sadari, masih ada kekhawatiran dimata Eun Woo. Entah mengapa meski Jenny berulang kali berkata bahwa dia baik-baik saja tak membuat Eun Woo tenang. Justru ia semakin merasa ada sesuatu yang disembunyikan Jenny darinya. Tapi, Eun Woo selalu tersenyum setelah mendengar penjelasan Jenny, seolah dia percaya. Eun Woo selalu berharap, ini hanya perasaannya saja dan gadisnya benar-benar baik-baik saja.
“Oppa?” Suara Jenny menyadarkan EunWoo.
“Apa?” Tanya Eun Woo manis.
“Kau melamun?” Selidik Jenny.
“Tidak. Aku tidak melamun. Kau sudah selesai makannya?” Eun Woo mengalihkan pembicaraan. Jenny mengangguk.
“Ya sudah, ayo aku antarkan ke kelas.” Ajak Eun Woo beranjak dari duduknya.
“Kau tidak masuk kelas, oppa?”
“Tidak. Aku ada jadwal latihan, jadi tak bisa masuk kelas. Kau ijinkan aku ya?” Jelas EunWoo.
“Arra.” Jawab Jenny singkat.
***
Kompetisi tinggal dua hari lagi. ASTRO semakin sering berlatih. Bahkan mereka harus lebih sering meninggalkan kelas. Ini semua demi nama Fantagio High School. Seperti siang ini. Mereka sudah bermandikan keringat, sedangkan teman-temannya yang lain sedang mengikuti pelajaran.
“Posisimu Jinjin hyung!” Teriak Rocky tiba-tiba. Mendengar teriakan Rocky, Jinjin langsung berhenti. Kemudian dia terduduk. Monbin berjalan ke sudut ruangan. Mematikan musik.
“Mian.” Ucap Jinjin pelan. Memang hari ini dia tidak sekonstrasi biasanya. Ada yang mengganggu pikirannya.
“Sebaiknya kita istirahat dulu.” Usul Eun Woo dijawab anggukan teman-temannya. Ketika mereka baru saja akan melemaskan otot-otot kakinya, tiba-tiba saja pintu terbuka dengan keras. Dan muncul seorang namja dengan nafas tak beraturan.
“Sun..sunbae..Jenny.” Ucap namja dari kelas 2 itu terbata-bata. Mendengar nama Jenny disebut, tanpa komando Jinjin dan Eun Woo langsung mendekat adik kelasnya itu.
“Ada apa dengan Jenny? Cepat katakan!” Tanya Jinjin tak sabar.
“Dia..dia pingsan.” Jawabnya.
Tak perlu penjelasan lebih panjang lagi, Jinjin langsung berlari mencari Jenny. Mungkin ini jawaban dari kekhawatirannya hari ini. Ini alasannya dia tidak bisa tenang. Mungkin ini puncaknya. Jinjin terus berlari menuju UKS. Mungkin Jenny berada disana. Dan dibelakang Jinjin, juga berlari member ASTRO, tak terkecuali Eun Woo.
***
“Jen..bangun, Jen.” Ucap Jinjin mondar-mandir di depan ruang ICU. Ya, disinilah mereka sekarang. Rumah sakit. Setelah menemukan Jenny di UKS, Jinjin langsung membawanya ke rumah sakit.
“Tenang, Jin. Jenny pasti baik-baik saja.” Ucap MJ menenangkan Jinjin. Tidak biasanya MJ bisa bersikap seperti ini.
“Ya, semoga.” Balas Jinjin terduduk.
Jinjin mengamati sekelilingnya. Ia temukan kelima temannya juga berada disana. Menemaninya. Dari wajahnya, mereka juga mengkhawatirkan Jenny. Terlebih lagi Eun Woo. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Eun Woo hanya tertunduk. Pintu ICU terbuka. Seorang dokter keluar. Jinjin segera menghampiri dokter itu.
“Bagaimana keadaan Jenny?” Tanya Jinjin tak sabar. Dokter itu hanya menepuk bahu Jinjin pelan.
“Kau lihat saja sendiri. Dia segera siuman.” Ucap dokter itu pelan kemudian meninggalkan Jinjin. Jinjin tahu arti tepukan dibahunya tadi.
“Hyung, bagaimana keadaan Jenny?” Tanya Eun Woo.
“Dia segera siuman.” Hanya jawaban itu yang berhasil keluar dari mulut Jinjin.
Jinjin membuka pintu ICU. Perlahan ia melangkah masuk, diikuti Eun Woo dan yang lain. Dilihatnya Jenny terbaring di ranjangnya. Jinjin melangkah sangat pelan. Ia takut kalau saja Jenny sudah lupa semuanya.
“Oppa?!” Mendengar Jenny masih memanggilnya ‘oppa’ membuat Jinjin menghembuskan nafas lega. Jinjin lantas mempercepat langkahnya. Ketakutannya hilang.
“Oppa disini, Jen.” Ucap Jinjin sambil mengusap rambut dongsengnya lembut. Jenny perlahan membuka matanya. Dan benar saja, wajah orang yang sudah bersamanya 17 tahun ini yang pertama dilihatnya. Kemudian, disisi ranjang yang lain wajah orang yang sangat dicintainya juga menyambutnya. Dari wajahnya, Jenny sangat tahu kalau namjanya itu sangat mengkhawatirkannya.
“Eun Woo oppa?!” Panggil Jenny pelan. Memastikan ia tak salah melihat. Tanpa aba-aba, Eun Woo langsung memeluknya.
“Oppa, kenapa aku bisa ada disini?” Tanya Jenny setelah Eun Woo melepas pelukannya.
“Kau tadi pingsan di sekolah, Jen.” Jawab Jinjin.
“Jenny-a, kau sakit apa?” Tanya Eun Woo. Pertanyaan itulah yang sangat mengganggu pikiran Eun Woo.
“Mungkin hanya tidak enak badan saja.” Jawab Jenny sambil melirik Jinjin. Meminta bantuan.
“Kau tenang saja Eun Woo-ya. Jenny hanya sakit biasa.” Imbuh Jinjin.
“Ehem!” Terdengar suara deheman lumayan keras. Jinjin, Eun Woo bahkan Jenny  menoleh ke sumber suara. Siapa lagi kalau bukan MJ yang bisa berdehem dengan kerasnya.
“MJ hyung, kita pulang saja yuk? Sepertinya tidak ada yang menyadari kehadiran kita disini.” Ucap Sanha dengan memasang muka kesal.
“Jangan seperti itu dong Sanha-ya. Mian.” Ucap Jinjin sambil tersenyum.
Namun senyum itu tak berlangsung lama. Senyum itu perlahan menghilang ketika tatapan Jinjin bertemu dengan tatapan Jenny. Tatapan yang paling Jinjin takuti. Tatapan yang berbeda dengan tatapan ketika melihatnya atau Eun Woo tadi. Jenny tak mengenal mereka berempat.
“Jenny noona, gwaenchana?” Tanya Rocky.
“Oh, aku baik-baik saja.” Jawab Jenny sambil melirik Jinjin.
“Gumawo, kalian tadi sudah membantuku membawa Jenny kesini. Tapi, sebaiknya kalian kembali ke sekolah. Kau juga Eun Woo. Biar aku saja yang menjaga Jenny. Nanti kalau eomma atau appa sudah kesini, aku juga akan ke sekolah dan ikut latihan. Tapi, kalau aku harus tetap menjaga Jenny, mian aku tak bisa ikut latihan.” Ucap Jinjin.
“Baiklah hyung. Kau jangan khawatir. Masalah latihan, biar aku yang tangani.” Ucap Monbin.
“Ya sudah, kami pulang dulu. Cepat sembuh, Jen.” Pamit MJ.
“Ya, terima kasih.” Ucap Jenny sambil tersenyum. Meski ia masih tak ingat siapa keempat namja yang sekarang sudah meninggalkan ICU.
“Kau juga harus kembali ke sekolah, Eun Woo.” Ucap Jinjin pada Eun Woo yang sepertinya tak rela meninggalkan Jenny.
“Iya, oppa. Kau harus kembali ke sekolah. Biar Jinjin oppa saja yang menjagaku.” Imbuh Jenny.
“Baiklah. Kau harus cepat sembuh, Jen. Nanti, aku akan kesini lagi.” Pamit Eun Woo. Jenny hanya mengangguk.
“Kau tidak mengingat mereka?” Tanya Jinjin ketika Eun Woo sudah pergi. Jenny menggeleng.
“Kau ingat ASTRO?” Kali ini Jenny mengangguk.
“Mereka member di ASTRO. MJ, Sanha, Monbin dan Rocky. Kau sangat akrab dengan mereka.” Ucap Jinjin.
Jenny menunduk sedih. Ia sudah mulai lupa dengan orang sekitarnya. Mungkin sebentar lagi ia juga akan lupa dengan keluarganya bahkan dirinya sendiri. Tak sadar, Jenny menitikkan airmata. Ia menangis lirih. Melihat Jenny menangis, Jinjin langsung mendekap Jenny. Menenangkan dongsengnya.
“Oppa, Jenny takut.” Ucap Jenny disela tangisnya. Jinjin tahu apa yang dimaksud Jenny. Tak ada respon dari Jinjin. Karena Jinjin sendiri juga takut. Menenangkan Jenny, hanya itu yang ia bisa lakukan. Perlahan Jenny mulai kembali tenang. Jinjin melepas pelukannya. Mengusap bekas airmata di wajah Jenny pelan.
“Jika nanti Jenny sudah lupa semuanya, oppa siap menjadi pengganti memory Jenny. Oppa janji itu.” Janji Jinjin dengan seulas senyuman.
***
“Kenapa kau ada di sini, Jen?”Pertanyaan yang langsung dilemparkan Eun Woo ketika melihat Jenny datang bersama Jinjin ke tempat kompetisi.
“Aku sudah melarangnya. Tapi, bukan namanya Jenny kalau tidak keras kepala.” Ucap Jinjin.
“Apa tak boleh aku menonton penampilan kalian. Aku bosan harus tidur terus.” Jawab Jenny.
“Tapi kau masih sakit, Jen. Kau harus banyak istirahat.” Ucap Eun Woo khawatir dengan kesehatan gadisnya.
“Tenang saja oppa, aku sudah sembuh.” Ucap Jenny meyakinkan.
“Hyung, sebentar lagi giliran kita.” Sela Sanha.
“Oh. Ya sudah ayo kita stand by. Jen, kau disini saja ya?” Ucap sang leader.
“Arraseo. Lagipula dari sini aku masih bisa menonton kalian dengan jelas.” Jawab Jenny tersenyum.
“Baik-baik disini, Jen.” Pesan Eun Woo sekali lagi.
“Faighting!” Ucap Jenny memberi semangat.
Sepeninggalan Eun Woo dan yang lain, Jenny terdiam cukup lama. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu terjadi pada kepalanya, pada pikirannya. Jenny mencoba terus menguatkan dirinya. Ia tak mau jatuh pingsan disini. Ia juga sudah berjanji untuk menonton penampilan ASTRO. Jenny terus menenangkan dirinya. Mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya kembali.
“Dan grup selanjutnya, perwakilan dari Fantagio High School, ASTRO!” Ucap sang MC mempersilahkan ASTRO.
Suara itu juga membuat Jenny cepat-cepat mengembalikan fokus pandangannya ke panggung di depannya. Ketika melihat enam namja tampan sudah berdiri di tengah-tengah panggung, senyum manis sudah terukir diwajah Jenny. Meski senyum itu awalnya sedikit dipaksakan. Karena Jenny tahu oppanya bisa sangat jelas melihatnya dari atas panggung.
Tepat seperti yang diperkirakan Jenny. Dari tempatnya berdiri sekarang, Jinjin bisa sangat jelas melihat Jenny. Tak bisa dielaknya kalau sampai saat ini perasaannya tak tenang. Ia takut sesuatu yang tak pernah ia inginkan terjadi. Namun, saat Jinjin melihat senyum diwajah dongsengnya, ketakutannya sedikit demi sedikit menghilang.
Tak lama setelah enam namja memposisikan dirinya diatas panggung, alunan lagu ‘Bang Bang Bang’ milik Big Bang terdengar disertai teriakan para penonton. Seperti terhipnotis, Jinjin dan kelima member ASTRO lainnya mulai bergerak mengikuti irama musik. Monbin yang berdiri sebagai center-pun seperti sudah bertransformasi. Bahkan juga yang lainnya.
Jenny ingin bertahan, namun sepertinya Tuhan tak mengijinkannya. Memang ia masih bisa melihat penampilan ASTRO, namun itu tak berlangsung lama. Pandangannya mulai samar, kepalanya mulai sakit bahkan pendengarannya mulai bermasalah. Jenny sudah berada diambang kesadaran. Bersamaan dengan berhentinya alunan music itu, Jenny benar-benar kehilangan kesadarannya.
Tak sengaja Eun Woo melihat Jenny yang terkulai lemas di kursinya. Tanpa pikir panjang lagi, Eun Woo langsung berlari menghampiri Jenny. Jinjin dan yang lain juga ikut berlari setelah mengetahui apa yang menyebabkan Eun Woo meninggalkan panggung. Semua pandangan orang yang berada di ruangan itu tertuju pada kursi tempat duduk Jenny. Yeoja itu sudah benar-benar tak sadarkan diri.
***
Lagi-lagi mereka berenam harus berada di depan ruang ICU. Masih lengkap dengan kostum mereka. Kali ini tak ada yang berani mulai berbicara. Mereka berenam hanya tertunduk, terlebih lagi Jinjin dan Eun Woo. Jinjin sudah benar-benar putus asa. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika beberapa jam yang lalu adalah saat terakhir Jenny bisa mengingat namanya. Jinjin melirik Eun Woo yang duduk disebelahnya. Namja itu hanya tertunduk dalam diam. Sebenarnya Jinjin merasa bersalah menyembunyikan kenyataan mengenai Jenny dari Eun Woo.
“Eun Woo, kau tak ingin bertanya apa yang terjadi dengan Jenny?” Tanya Jinjin membuka pembicaraan. Tak ada jawaban dari Eun Woo. Namja itu hanya menoleh sebentar, kemudian kembali tertunduk.
“Sebenarnya apa yang terjadi pada Jenny hyung?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Monbin yang sebenarnya sudah ia tahan dari tadi. Jinjin menoleh pada Monbin, Sanha, Rocky, MJ dan Eun Woo satu persatu. Ya, sudah waktunya dia mengatakan yang sebenarnya.
“Alzaimer.” Satu kata yang diucapkan Jinjin berhasil membuat Eun Woo mendongakkan kepalanya. Berharap mendapat penjelasan lebih lanjut dari Jinjin.
“Bukankah itu sebuah sindrom yang menyerang saraf otak?” Tanya MJ. Jinjin mengangguk membenarkan.
“Hyung, jangan bilang nanti Jenny noona bisa lupa dengan kita, dengan keluarga Jinjin hyung, dengan Eun Woo hyung.” Ucap Rocky.
“Aku sebenarnya ingin menjawab tidak. Tapi, sepertinya itu akan terjadi. Mungkin saat Jenny membuka mata nanti, dia tidak mengenal kita. Dan aku tak berharap itu terjadi.” Ucap Jinjin dengan airmata yang sudah luput dari kelopak matanya. Monbin duduk diantara Jinjin dan Eun Woo. Tanganya perlahan menepuk bahu leadernya. Mencoba menyalurkan sedikit kekuatan.
“Eun Woo, gwaenchana?” Monbin beralih pada Eun Woo.
“Kau bisa menjawabnya sendiri bagaimana keadaanku.” Jawab Eun Woo pelan.
Ya, sudah tersirat jelas diwajahnya bagaimana keadaan Eun Woo sekarang. Perpaduan dari shock karena baru mengetahui kenyataan tentang Jenny dan takut kalau Jenny membuka mata nanti tak mengenali siapa Eun Woo sampai Eun Woo tak bisa berkata apa-apa. Ia tak bisa menyalahkan Tuhan kenapa menulisakan takdir seperti ini. Ia tak bisa menyalahakan Jinjin kenapa baru mengatakannya sekarang. Jadi ia hanya menyalahkan dirinya sendiri, kenapa tak peka dengan yang pernah terjadi atau kenapa dia tak pernah memberikan kenanagan yang membekas di hati Jenny. Ah, namja macam apaan dia. Eun Woo menarik rambutnya frustasi.
Pintu ICU terbuka perlahan, menampakkan seorang dokter dan suster disampingnya. Tuan dan Nyonya Park yang baru saja datang langsung menghampiri dokter tersebut. Tak ketinggalan Jinjin yang juga berdiri disamping eomma dan appa nya. Begitu juga Eun Woo, Monbin, Sanha, Rocky dan MJ. Dokter tersebut tak banyak bicara hanya gelengan kepala pelan yang bisa menjawab pertanyaan tanpa kata dari orang-orang yang berada dihadapannya sekarang.
“Yang kita semua takutkan, akhirnya terjadi.” Ucap dokter itu pelan. Kalimat yang tak ingin didengar oleh siapa pun yang sekarang berdiri di depan ruang ICU. Dokter itu melangkah meninggalkan ruang ICU, meninggalkan Nyonya Park yang menangis didekapan suaminya, meninggalkan Jinjin dan Eun Woo yang semakin menunduk untuk menyembunyikan airmatanya, dan keempat namja lainnya yang hanya diam tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
“Kau masuk duluan saja, appa akan menenangkan eomma mu dulu.” Pinta Tuan Park pada Jinjin. Tanpa bicara Jinjin melangkahkan kakinya masuk ICU. Siap tak siap ia harus menemui Jenny.
“Kalian juga masuklah dulu. Temani Jinjin.” Ucap Tuan Park menyuruh Eun Woo dan yang lain masuk. Eun Woo tak bergeming di tempatnya.
“Kau harus menemui Jenny, Eun Woo-a” Bisik MJ sambil mendorong Eun Woo pelan untuk masuk ke ICU.
“Jenny-a.” Panngil Jinjin pelan ketika sudah berdiri di samping ranjang Jenny. Jenny menoleh pelan padanya.
“Nugu?” Tanya Jenny pelan. Satu kata yang benar-benar menjawab ketakutan Jinjin. Rasanya saat itu juga Jinjin ingin menangis mendengar dongseng yang sangat disayanginya tak lagi mengenalnya. Tapi, diusapnya dengan kasar airmata yang sudah akan menetes. Kemudian digantinya dengan senyuman yang sebenarnya dipaksakan.
“Jenny-a, kau bisa memanggilku Jinjin oppa. Aku oppa mu.” Jinjin mengenalkan dirinya sendiri seperti saat Jenny masih kecil dulu.
“Namaku Jenny? Dan kau oppaku, Jinjin oppa?” Tanya Jenny memastikan.
“Park Jenny, itu namamu.” Ucap Jinjin masih dengan senyumnya. Jenny mengangguk mengerti dan perlahan juga ikut tersenyum.
“Annyeong Jenny noona.” Sebuah suara yang menyapanya membuat Jenny menoleh pada lima namja asing yang sudah berdiri tak jauh dari ranjangnya. Jenny tak segera membalas sapaan itu. Ia hanya melihat dengan tatapan tak kenal.
“Ah, iya. Kenalkan mereka Sanha, Monbin, Rocky, MJ mereka teman-teman oppa.” Jinjin mengenalkan keempat namja itu satu persatu. Jenny menyapa dengan senyum. Tapi, pandangannya berhenti pada sosok namja yang berdiri di samping Jinjin yang belum dikenalkan Jinjin padanya. Namja itu hanya memandangnya kosong.
“Oh, dan ini Eun Woo. Dia..”
“Aku juga temannya Jinjin hyung dan teman sekelasmu.” Potong Eun Woo cepat sebelum Jinjin menyelesaikan ucapannya. Semua pandang tertuju pada Eun Woo. Kenapa dia tak mengatakan siapa dia sebenarnya? Kenapa dia hanya mengenalkan dirinya sebagai teman Jenny? Pandangan itu seolah meminta penjelasan.
“Mian. Aku tak bisa mengingat kalian.” Ucap Jenny pelan.
“Gwaenchana Jenny-a. Toh, sekarang kau sudah mengetahui siapa kami.” Ucap Jinjin sambil membelai rambut Jenny lembut.
“Hyung, sepertinya kita harus pulang. Tak apa kan?” Pamit Monbin.
“Oh, tak apa. Gumawo sudah menemaniku disini." Jawab Jinjin.
“Sama-sama hyung. Ya sudah kami pulang dulu. Cepat sembuh noona.” Ucap Rocky hanya dibalas senyuman dari Jenny. Setelah lambaian tangan sebentar, lima namja itu benar-benar hilang dibalik pintu.
“Eun Woo-a, kenapa kau mengenalkan dirimu seperti itu? Kenapa kau tak mengatakan sejujurnya saja?”  Tanya MJ ketika mereka berlima berjalan dikoridor rumah sakit.
“Aku tak ingin membuatnya shock kalau aku langsung mengenalkan siapa diriku sebenarnya. Mungkin sebaiknya seperti ini dulu.” Jawab Eun Woo tenang tapi pasti.
“Hyung, apa bisa aku mendonorkan sedikit memory ku pada Jenny noona? Setidaknya agar dia ingat siapa Eun Woo hyung itu sebenarnya.” Ucap Sanha dengan polosnya.
“Tidak perlu Sanha-a. Aku tak apa-apa.” Ucap Eun Woo sambil tersenyum. Senyum yang menutupi kepedihannya.
“Apa yang akan kau lakukan?” Kali ini Monbin yang bertanya.
“Mungkin aku akan menunggunya. Ya, menunggunya.” Putus Eun Woo.
“Menunggu? Sampai kapan? Bukankah menunggu itu membosankan hyung?” Tanya Rocky.
“Entahlah. Yang jelas sampai Jenny bisa mengingat sepenuhnya siapa aku.” Jawab Eun Woo. Sebenarnya kalau boleh jujur, ia tak begitu yakin dengan apa yang dia ucapkan. Apakah dia akan benar-benar sanggup menunggu Jenny sampai dia mengingatnya dalam waktu yang tak bisa ditentukan? Tapi ia juga tak bisa dengan mudahnya memaksakan kehendaknya begitu saja. Kau harus menunggu, Eun Woo.
***
Sudah seminggu sejak hari kompetisi itu dan juga hari dimana Jenny mulai tak mengenal orang-orang disekitarnya.  Dan dua hari yang lalu, Jenny sudah mulai menginjakkan kaki di Fantagio High School dan mulai mengikuti pelajaran di kelas. Tak banyak yang berubah. Seperti yang pernah Eun Woo katakan, ia akan tetap menunggu dalam diam. ASTRO masih berlatih seperti biasa. Namun waktunya sedikit berkurang, karena Jinjin dan MJ sudah mulai sibuk menyiapkan ujian akhir. Ruang latihan sedikit sepi, karena sekarang tak ada lagi yeoja yang menyelonong masuk saat latihan atau yeoja yang berteriak memberi semangat.
Eun Woo melangkah sendiri menyusuri koridor. Ya, hari ini tak ada latihan. MJ dan Jinjin sedang mengikuti jam tambahan untuk ujian akhir. Monbin hari ini tak masuk. Sanha dan Rocky entah kemana dua makhluk itu. Akhirnya seperti inilah Eun Woo, pulang sendiri.
Tiba-tiba langkah Eun Woo tehenti ketika melihat yeoja yang sangat ia rindukan sedang berdiri di samping pintu utama Fantagio High School. Perlahan, Eun Woo melangkah menghampiri Jenny yang sepertinya tak sadar akan kedatangan Eun Woo.
“Jen?” Panggil Eun Woo pelan.
“Eh. Eun Woo?” Jenny memastikan ia tak salah panggil nama.
“Sedang apa kau di sini?” Tanya Eun Woo.
“Aku sedang menunggu Jinjin oppa. Tapi sampai sekarang dia tak kunjung muncul.” Jawab Jenny sedikit menggerutu.
“Apa Jinjin hyung tak bilang padamu kalau hari ini dia ada jam tambahan?”
“Tidak. Dia tidak mengatakan apa-apa. Ah, aku pulangnya bagaimana?” Ucap Jenny kesal.
“Bagaimana kalau aku antarkan pulang? Daripada kau menunggu Jinjin hyung yang entah kapan pulangnya. Lagian rumah kita searah.” Tawar Eun Woo hati-hati. Eun Woo miris mendapati keadaan ini. Jika dulu Jenny yang selalu memintanya untuk pulang bersama kadang tak memperdulikan Jinjin. Tapi sekarang, Eun Woo yang menawarkan itu pada Jenny. Keadaan sudah benar-benar berubah.
“Emh..apa tak merepotkanmu?” Tanya Jenny hati-hati.
“Ah, tidak. Tidak merepotkan sama sekali. Dulu kita juga sering pulang bersama.” Ucap Eun Woo sedikit berharap Jenny bisa mengingat dengan kalimat terakhirnya itu.
“Oh, baiklah kalau begitu.” Putus Jenny akhirnya.
***
“Jen, kau tadi pulang dengan siapa?” Tanya Jinjin langsung meskipun dia baru saja pulang.
“Kenapa oppa tak bilang kalau oppa ada jam tambahan?” Tanpa menjawab pertanyaan oppa nya, Jenny justru bertanya balik dengan kesal.
“Mian. Aku lupa memberitahumu. Dengan siapa tadi kau pulang, Jen?” Jinjin masih penasaran siapa yang mengantarkan dongsengnya pulang. Karena Jinjin tahu Jenny masih takut untuk pelang sendiri.
“Aku tadi pulang dengan Eun Woo, oppa. Tak usah terlalu khawatir begitu.” Jawab Jenny santai.
“Eun Woo? Kau sudah ingat siapa Eun Woo itu?” Tanya Jinjin. Dalam lubuk hatinya , Jinjin ingin jawaban ‘iya’ yang keluar dari mulut Jenny atau bahkan anggukan kepala saja juga tak apa.
“Jelas aku mengingatnya, oppa. Dia teman sekelasku dan juga temanmu. Kalau aku tak ingat, aku juga tak mau diantarkannya pulang.” Jawab Jenny. Jinjin mendesah kecewa.
“Oppa cepat kau mandi! Kau sudah janji akan menceritakan masa kecil kita. Kau tidak lupa kan?” Selidik Jenny. Jinjin hanya mengeleng pelan. Setengah dipaksa Jenny, Jinjin akhirnya berdiri dan melangkah ke kamarnya.
“Darimana aku harus bercerita?” Tanya Jinjin ketika dia sudah selesai mandi dan ikut Jenny duduk di gazebo depan rumahnya.
“Terserah oppa. Emh..mungkin dari aku lahir?” Jawab Jenny.
“Baiklah.” Sanggup Jinjin sebelum ia memulai cerita panjangnya.
Seperti permintaan Jenny, Jinjin mulai menceritakan bagaimana masa kecil mereka berdua sampai saat dimana Jenny kehilangan semua ingatannya. Ketika Jinjin bercerita, Jenny memperhatikannya dengan serius. Jenny tak menyangka, kehidupannya dulu sangat menyenangkan. Ia sedikit sedih, kenapa sekarang dia harus menjalani hidupnya dari awal? Tak ada lagi kenangan yang ia bisa ingat sedikitpun.
“Gumawo oppa sudah mau menceritakannya padaku.” Ucap Jenny ketika Jinjin sudah selesai bercerita. Jinjin hanya tersenyum sambil terus memperhatikan Jenny.
“Jen, sebenarnya masih ada satu lagi orang yang seharusnya kau ingat.” Ucapan Jinjin hanya mendapat tatapan penuh tanya dari Jenny.
“Eun Woo. Cha Eun Woo.” Lanjut Jinjin.
“Cha Eun Woo? Bukankan dia hanya teman  sekelasku dan kebetulan juga teman oppa?” Tanya Jenny.
“Jen, dia tidak hanya teman sekelasmu atau teman oppa. Seharusnya oppa tidak berhak menceritakan ini padamu. Tapi, oppa sudah tak bisa melihatnya seperti ini terus yang hanya bisa menunggumu.” Ucap Jinjin masih tak membuat Jenny paham.
Paham kalau Jenny masih tak bisa kearah mana pembicaraan ini, Jinjin memilih segera menceritakan semua mengenai Eun Woo. Bagaimana sebenarnya hubungan Jenny dengan namja itu. Tak bermaksud membebani pikiran Jenny, Jinjin hanya ingin Jenny tahu bahwa ada orang yang menunggunya. Mendengar semua penjelasan oppa-nya, tak sadar Jenny meneteskan airmatanya.
“Aku harus bagaimana oppa?” Tanyanya pelan.
“Jangan paksa dirimu kalau kau benar-benar tak bisa mengingatnya. Tapi setidaknya sekarang kau tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia ada dihidupmu dulu.” Ucap Jinjin menepuk pelan bahu Jenny.
“Jen, oppa yakin dia akan bisa menunggumu sampai kau benar-benar siap untuk kembali melanjutkan ceritamu dengannya.” Imbuh Jinjin terus menenangkan dongsengnya.
***
Esoknya, Jenny melihat Eun Woo baru saja memasuki kelasnya. Pandangannya terus mengikuti Eun Woo yang berjalan kearahnya. Merasakan pandangan Jenny, Eun Woo hanya senyum sekilas meskipun ia ingin melakukan lebih dari itu. Jenny melihat senyum itu. Senyum yang bisa membuat yeoja mana saja jatuh hati pada Eun Woo. Jenny kembali mengingat cerita oppa-nya tadi malam tentang namjanya, tentang cerita mereka berdua. Eun Woo terus melangkah. Dan kini dia melewati meja Jennym menuju mejanya, dua meja di belakang Jenny.
“Oppa.” Satu kata yang keluar dari mulut Jenny berhasil membuat Eun Woo menghentikan langkahnya.
Panggilan itu pelan tapi masih bisa ditangkap telinga Eun Woo. Meski tak yakin sebutan itu untuknya, Eun Woo tetap tak melanjutkan langkahnya. Pandangannya sedikit melirik ke pintu. Tak didapatinya Jinjin berdiri di sana. Jadi, Eun Woo memutuskan tetap berdiri di tempatnya. Dan menunggu kelanjutan dari panggilan itu.
“Eun Woo-a. Kenapa kau berdiri disitu?” Terdengar panggilan Monbin dari mejanya. Itu tak membuat Eun Woo beranjak. Ia yakin, Jenny ingin mengatakan sesuatu. Apa dia sudah mengingatnya?
“Maaf, keadaan ini memaksamu mengingat cerita kita sendiri. Maaf, aku belum bisa mengingatmu atau mungkin tidak akan pernah bisa mengingatmu lagi. Maaf, membuatmu menunggu entah sampai kapan.” Ucap Jenny masih dengan pelan. Mungkin ia tak mau orang lain mendengarnya.
Eun Woo masih tak bergeming di tempatnya. Ia juga tak menjawab semua ucapan Jenny. Tak sadar ia menahan nafasnya. Jujur, ia terkejut dengan apa yang ia dengar. Meski ada sedikit kesedihan Jenny belum mengingatnya seperti apa yang ia kira sebelumnya, namun Eun Woo cukup bahagia Jenny sudah mengetahui siapa Eun Woo sebenarnya.
“Kalau kau lelah, kau bisa berhenti dan istirahat.” Ucap Jenny tak menambah volume suaranya. Tapi ada keputusasaan di dalam nada bicaranya.
Kali ini Eun Woo tak bisa terus diam saja. Secara cepat, ia memutar badannya dan menarik paksa Jenny untuk berdiri dari kursinya. Tanpa permisi dibawanya Jenny kedalam dekapannya. Tak ada protes dari Jenny. Mungkin karena ia tak menyangka Eun Woo akan melakukan seperti ini. Tapi Jenny juga tak membalas pelukan itu. Jenny hanya diam tapi ia menikmati dekapan itu. Dekapan yang sangat ia rindukan. Meski ia tak ingat kapan terakhir kali Eun Woo mendekapnya seperti ini.
“Aku tak lelah. Aku tak ingin berhenti ataupun istirahat. Aku akan menunggumu sampai kapanpun. Dan aku tak menerima semua permintaan maafmu. Meski kau belum bisa mengingatku, tak apa. Kau bisa mengetahui siapa aku saja, itu sudah cukup. Aku akan selalu disini, Jen.” Bisik Eun Woo lembut.
“Gumawo…oppa.” Ucap Jenny meski ada jeda untuk mengucapkan ‘oppa’.
Perlahan Jenny membalas pelukan itu. Mereka berdua tak peduli jika pagi ini mereka menjadi tononan di kelasnya. Beberapa pasang mata yang menyaksikan drama itu tak ada yang berkomentar. Penghuni kelas itu seperti membiarkan Eun Woo dan Jenny hanyut dalam dunia mereka berdua. Tanpa mereka semua sadari, sepasang mata mengawasi mereka dengan haru. Airmatanya menggenang di kelopak matanya namun senyum bahagia menghiasi wajah namja itu. Meski otak akan lupa, namun hati tak akan pernah lupa. Itu yang ia pelajari dari dongsengnya.

##FEBRIAZ##

Thanks for reading, guys. Yang mau komen silahkan. Kritik boleh, saran boleh, ataupun hanya sekedar menyapa boleh. Febriaz




Tidak ada komentar:

Posting Komentar