Ini FF pertama dan mungkin satu-satu FF Febriaz buat Astro. Gaje mungkin, dan alur yang kurang rapi ataupun bahasa yang masih tak jelas. Happy reading, dan sorry for typo.
**Febriaz**
“Oppa, kau
dimana?” Suara seorang yeoja di ujung telepon.
“Apa kau sudah
lupa dimana aku biasanya sepulang sekolah?” Jawab seorang namja sambil terduduk
di depan cermin besar di ruangan itu.
“Dimana oppa? Ah,
ppalli!” Rengek yeoja itu. Mendengar suara yeoja yang notabenenya kekasihnya,
namja itu tersenyum gemas.
“Ruang latihan
Jenny-a. Aku berada di ruang latihan.” Jawab namja itu pada yeoja yang ternyata
bernama Jenny. Park Jenny.
“Ya sudah oppa,
aku akan kesana.” Ucap Jenny sebelum memutus panggilannya.
“Jenny?” Tanya
namja lain berambut blonde sambil memberikan handuk pada namja yang baru saja
meletakkan hpnya.
“Iya. Dongsengmu
hyung.” Jawabnya.
Sebelumnya,
perkenalkan dulu 6 namja yang berada di ruangan ini. Yang pertama, namja yang
baru saja mendapatkan panggilan dari kekasihnya, Cha Eun Woo. Eun Woo sosok
namja yang pengertian, murah senyum, perhatian dan tidak bisa dipungkiri dia
merupakan magnet di ASTRO, grup mereka. Namja berambut blonde itu bernama Park
Jinwoo atau biasa dipanggil Jinjin. Dia seorang leader yang cukup dewasa,
Jinjin juga merupakan kakak Park Jenny, kekasih Eun Woo. Yang ketiga, namja
yang suara tawanya selalu memenuhi ruangan, MJ. Banyak yang tak ingat siapa
nama aslinya karena dia sendiri yang meminta semua orang memanggilnya dengan
nama itu, bahkan guru-gurunya pun juga memanggil dengan nama itu selama tiga
tahun ini. Ya, MJ berada ditahun ketiga bersama Jinjin. Kemudian dua namja yang
sekarang masih melanjutkan melatih gerakan dancenya. Sekilas mereka terlihat
sama, Monbin dan Rocky. King of dance di Fantagio High School. Yang
membedakannya, mereka terpaut satu tahun. Sekarang Monbin tahun kedua, sama
dengan Eun Woo. Sedangkan Rocky tahun pertama dengan satu namja lain, Yoon
Sanha. Sanha, termuda digrup ini. Kadang tingkah lakunya menjadi hiburan
tersendiri untuk hyung-hyungnya. Dan satu lagi yang perlu diperkenalkan, Park
Jenny. Yeoja yang juga berada dibalik ASTRO. Bahkan dia yang memberikan nama
ASTRO.
“Ya! Rocky, Monbin!
Tak bisakah kalian istirahat? Ini waktunya istirahat.” Tegur Jinjin sambil
mematikan musik latihan mereka.
“Hyah, hyung..”
Ucap Rocky terduduk. Sebenarnya dia belum ingin istirahat.
“Rocky-a, yang
dibilang Jinjin hyung benar. Kita sebaiknya istirahat. Kompetisi sebentar lagi,
kita harus bisa menghemat tenaga.” Ucap Monbin membenarkan ucapan Jinjin.
“Baiklah hyung.”
Ucap Rocky akhirnya. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru ruang.
Seperti mencari sesuatu. Kemudian tatapannya berhenti pada Sanha yang sedang asyik
bermain dengan gadgetnya.
“Ya! Sanha-ya,
bisakah kau ambilkan minumku?” Pinta Rocky.
“Sirheo! Ambil
sendiri hyung!” Jawab Sanha masih fokus pada gadgetnya. Rocky ingin melemparkan
handuknya pada Sanha, tapi tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Kemudian
seorang yeoja masuk.
“Oppa!”
Panggilnya.
“Oppa siapa yang
kau panggil, Jen?” Tanya Jinjin pada dongsengnya.
“Ya jelaslah,
Eun Woo oppa. Tak ada gunanya aku memanggilmu, Jinjin oppa.” Jawab Jenny yang
sudah berdiri disamping Eun Woo. Merampas handuk EunWoo dan mengusap keringat
kekasihnya itu. Jinjin mencibir melihat kelakuan dongsengnya.
“Aigoo..keringatmu
oppa. Apa Rocky memberikan gerakan yang sulit lagi?” Tanya Jenny perhatian.
“Jenny noona, kenapa
aku yang disalahkan?” Teriak Rocky tak terima.
“Tidak, Jenny.
Rocky tidak memberikan gerakan yang sulit. Mungkin hari ini aku terlalu
bersemangat saja.” Jawab Eun Woo sambil mengacak rambut Jenny pelan.
“Hei, kalian
berdua! Tak bisakah kalian tidak bermesra-mesraan? Tak ingatkah kalian disini ada
anak kecil?” Ucap MJ tiba-tiba. Semua menoleh padanya. Melihat MJ yang sedang
menutup mata Sanha. Sedangkan Sanha sedang berusaha melepaskan tangan hyungnya
itu.
“Lepaskan aku,
MJ hyung! Aku bukan anak kecil lagi.” Teriak Sanha. Semua hanya tertawa melihat
kelakuan dua makhluk itu.
“Jenny-a, apa
kau sakit?” Tanya Eun Woo. Kini mereka bertujuh sedang duduk-duduk santai.
“Tidak. Aku
tidak sakit oppa.” Jawab Jenny.
“Tapi, kau
terlihat pucat. Dan kenapa kau bisa lupa dengan kegiatan rutin kami sepulang sekolah,
sampai tadi kau menelponku.” Ucap Eun Woo.
“Aku baik-baik
saja, oppa. Mian. Mungkin aku tadi sedikit blank. Palajaran hari ini sangat
membuatku pusing.” Jelas Jenny sambil tersenyum. Senyum yang menutupi sesuatu.
Eun Woo hanya mengangguk paham. Tapi, tidak dengan Jinjin.
***
“Oppa, eomma
kemana?” Tanya Jenny ketika mendapati eommanya tak ada di rumah.
“Eomma pergi
keluar sebentar, Jen.” Jawab Jinjin sambil terus mengganti chanel televisi.
Mencoba mencari acara yang bagus. Jenny ikut terduduk di samping Jinjin. Ia
mendekap bantal sofa sambil memainkan hp-nya.
“Jen? Gwaenchana?”
Tanya Jinjin pelan. Jenny menoleh. Dilhatnya oppa-nya sedang mengamatinya
serius. Jenny hanya diam. Tak diberinya jawaban untuk pertanyaan Jinjin. Karena
Jenny tahu, oppa-nya sudah mengetahui dengan baik bagaimana keadaannya yang
sebenarnya.
“Apa semakin
memburuk?” Tanya Jinjin lagi.
“Aku tidak tahu,
oppa. Yang jelas, memory ku semakin melemah. Dan aku juga sering sakit kepala.”
Jawab Jenny pelan. Tak ada yang ia sembunyikan tentang keadaannya dari sang
kakak.
“Kapan kau akan
memberitahunya?” Tanya Jinjin. Jenny tahu siapa yang dimaksud Jinjin. Eun Woo.
“Entahlah. Aku
belum siap, oppa.” Jawab Jenny lemah.
“Apa perlu aku
yang memberitahunya?” Tawar Jinjin. Ia sangat khawatir pada adik satu-satunya.
“Jangan. Tidak
perlu, oppa. Aku yang akan mengatakannya sendiri.” Tolak Jenny.
“Ya sudah kalau
itu yang kau mau. Sekarang, kau istirahat saja. Sudah kau minumkan obatmu?”
Ucap Jinjin. Jenny hanya mengangguk dan beranjak dari duduknya.
Sepeninggalan
Jenny, Jinjin tak punya selera lagi untuk menonton televisi. Ia masih terduduk
di tempatnya. Pandangannya menerawang jauh. Mencari objek yang selalu menjadi
pusat pikirannya. Kemudian terlukis bayangan Jenny, dongsaeng yang sangat
disayanginya. Setiap memikirkan Jenny, entah kenapa ia selalu ingin menangis.
Membayangkan semua penderitaan Jenny, mebuatnya juga merasakan sakit. Jinjin
akan selalu berusaha setegar mungkin didepan adiknya. Ia akan selalu menjaga
Jenny. Karena mungkin hanya itu yang Jinjin bisa lakukan untuk Jenny.
***
“Hyung!” Panggil
Eun Woo saat dilihatnya Jinjin memasukin ruang latihan sore ini. Jinjin hanya
membalas dengan lambaian tangan sambil menghampiri Eun Woo dan yang lain.
“Jinjin hyung,
Jenny kenapa? Hari ini dia tidak masuk.” Tanya Eun Woo.
“Oh, Jenny
sedang ke Busan. Dia diajak eomma mengunjungi teman eomma disana.” Jawab
Jinjin. Ada sedikit kekhawatiran ketika ia memberikan jawaban itu.
“O, aku kira dia
kenapa-napa.” Ucap Eun Woo. Jinjin menepuk bahu Eun Woo pelan.
Tanpa ada yang
tahu, saat ini yang Jinjin rasakan hanya khawatir. Ingin rasanya dia segera
meninggalkan sekolah. Menemui dongsaengnya. Bukan di Busan melainkan di rumah
sakit. Ia telah berbohong. Tak ada teman eommanya, yang ada seorang dokter. Ya,
hari ini Jenny sedang check-up untuk keadaannya. Dan kenyataan itu masih Jinjin
sembunyikan dari member ASTRO, terlebih lagi EunWoo.
“Hyung, gwaenchana?”
Tanya Monbin menyadarkan Jinjin.
“Oh. Gwaenchana.”
Ucap Jinjin tersenyum. Menutupi apa yang mengganggu pikirannya.
“AH..!” Teriak
Sanha tiba-tiba.
“Sanha-ya kau
kenapa? Kau sakit?” Tanya Jinjin khawatir.
“Aku tidak sakit
hyung. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa takut.” Jawab Sanha polos.
“Dasar penakut.
Apa yang kau takutkan?” Tanya MJ.
“Tadi aku
iseng-iseng membuka kalender. Dan aku baru sadar jika hari kompetisi kita
sebentar lagi, hyung.” Jelas Sanha.
“Ah, aku kira
apaan.” Ucap Rocky sambil melayangkan jitakannya dikepala Sanha.
“Appo, hyung!
Kau selalu menyiksaku.” Gerutu Sanha mengusap kepalanya.
“Sudah..sudah.
Sekarang kita mulai saja latihannya.” Ucap Jinjin beranjak berdiri. Ia mulai
melakukan pemanasan diikuti 5 makhluk yang lain. Meski pikirannya masih tak
bisa tenang, tapi seorang Jinjin akan terus menyembunyikannya. ‘Semoga tak
terjadi apa-apa denganmu, Jenny-a.’ Harap Jinjin dalam hati.
***
“Kenapa kau tak
mengatakannya padaku kalau kemarin kau ke Busan?” Tanya Eun Woo pada Jenny yang
duduk di depannya. Mereka berdua sedang makan siang di cafetaria.
“Mian, oppa.
Kemarin aku terlalu senang sampai aku lupa memberitahumu.” Jelas Jenny tak lupa
dengan cengirannya.
“Baiklah. Kau
tidak tahu bagaimana khawatirnya aku kemarin. Aku kira kau kenapa-napa.” Ucap
Eun Woo.
“Aku janji. Aku
tak akan membuatmu khawatir lagi, oppa.” Ucap Jenny sambil tersenyum. Meski
dalam hatinya, ia tak yakin dengan janji yang diucapkannya itu. Eun Woo
mengacak rambut gadisnya pelan.
Tanpa Jenny
sadari, masih ada kekhawatiran dimata Eun Woo. Entah mengapa meski Jenny
berulang kali berkata bahwa dia baik-baik saja tak membuat Eun Woo tenang.
Justru ia semakin merasa ada sesuatu yang disembunyikan Jenny darinya. Tapi,
Eun Woo selalu tersenyum setelah mendengar penjelasan Jenny, seolah dia
percaya. Eun Woo selalu berharap, ini hanya perasaannya saja dan gadisnya
benar-benar baik-baik saja.
“Oppa?” Suara
Jenny menyadarkan EunWoo.
“Apa?” Tanya Eun
Woo manis.
“Kau melamun?”
Selidik Jenny.
“Tidak. Aku
tidak melamun. Kau sudah selesai makannya?” Eun Woo mengalihkan pembicaraan.
Jenny mengangguk.
“Ya sudah, ayo
aku antarkan ke kelas.” Ajak Eun Woo beranjak dari duduknya.
“Kau tidak masuk
kelas, oppa?”
“Tidak. Aku ada
jadwal latihan, jadi tak bisa masuk kelas. Kau ijinkan aku ya?” Jelas EunWoo.
“Arra.” Jawab
Jenny singkat.
***
Kompetisi
tinggal dua hari lagi. ASTRO semakin sering berlatih. Bahkan mereka harus lebih
sering meninggalkan kelas. Ini semua demi nama Fantagio High School. Seperti
siang ini. Mereka sudah bermandikan keringat, sedangkan teman-temannya yang
lain sedang mengikuti pelajaran.
“Posisimu Jinjin
hyung!” Teriak Rocky tiba-tiba. Mendengar teriakan Rocky, Jinjin langsung
berhenti. Kemudian dia terduduk. Monbin berjalan ke sudut ruangan. Mematikan
musik.
“Mian.” Ucap
Jinjin pelan. Memang hari ini dia tidak sekonstrasi biasanya. Ada yang
mengganggu pikirannya.
“Sebaiknya kita
istirahat dulu.” Usul Eun Woo dijawab anggukan teman-temannya. Ketika mereka
baru saja akan melemaskan otot-otot kakinya, tiba-tiba saja pintu terbuka
dengan keras. Dan muncul seorang namja dengan nafas tak beraturan.
“Sun..sunbae..Jenny.”
Ucap namja dari kelas 2 itu terbata-bata. Mendengar nama Jenny disebut, tanpa
komando Jinjin dan Eun Woo langsung mendekat adik kelasnya itu.
“Ada apa dengan
Jenny? Cepat katakan!” Tanya Jinjin tak sabar.
“Dia..dia
pingsan.” Jawabnya.
Tak perlu
penjelasan lebih panjang lagi, Jinjin langsung berlari mencari Jenny. Mungkin
ini jawaban dari kekhawatirannya hari ini. Ini alasannya dia tidak bisa tenang.
Mungkin ini puncaknya. Jinjin terus berlari menuju UKS. Mungkin Jenny berada
disana. Dan dibelakang Jinjin, juga berlari member ASTRO, tak terkecuali Eun
Woo.
***
“Jen..bangun,
Jen.” Ucap Jinjin mondar-mandir di depan ruang ICU. Ya, disinilah mereka
sekarang. Rumah sakit. Setelah menemukan Jenny di UKS, Jinjin langsung
membawanya ke rumah sakit.
“Tenang, Jin.
Jenny pasti baik-baik saja.” Ucap MJ menenangkan Jinjin. Tidak biasanya MJ bisa
bersikap seperti ini.
“Ya, semoga.”
Balas Jinjin terduduk.
Jinjin mengamati
sekelilingnya. Ia temukan kelima temannya juga berada disana. Menemaninya. Dari
wajahnya, mereka juga mengkhawatirkan Jenny. Terlebih lagi Eun Woo. Tak ada
kata yang keluar dari mulutnya. Eun Woo hanya tertunduk. Pintu ICU terbuka.
Seorang dokter keluar. Jinjin segera menghampiri dokter itu.
“Bagaimana
keadaan Jenny?” Tanya Jinjin tak sabar. Dokter itu hanya menepuk bahu Jinjin
pelan.
“Kau lihat saja
sendiri. Dia segera siuman.” Ucap dokter itu pelan kemudian meninggalkan Jinjin.
Jinjin tahu arti tepukan dibahunya tadi.
“Hyung,
bagaimana keadaan Jenny?” Tanya Eun Woo.
“Dia segera
siuman.” Hanya jawaban itu yang berhasil keluar dari mulut Jinjin.
Jinjin membuka
pintu ICU. Perlahan ia melangkah masuk, diikuti Eun Woo dan yang lain.
Dilihatnya Jenny terbaring di ranjangnya. Jinjin melangkah sangat pelan. Ia
takut kalau saja Jenny sudah lupa semuanya.
“Oppa?!”
Mendengar Jenny masih memanggilnya ‘oppa’ membuat Jinjin menghembuskan nafas
lega. Jinjin lantas mempercepat langkahnya. Ketakutannya hilang.
“Oppa disini,
Jen.” Ucap Jinjin sambil mengusap rambut dongsengnya lembut. Jenny perlahan
membuka matanya. Dan benar saja, wajah orang yang sudah bersamanya 17 tahun ini
yang pertama dilihatnya. Kemudian, disisi ranjang yang lain wajah orang yang
sangat dicintainya juga menyambutnya. Dari wajahnya, Jenny sangat tahu kalau
namjanya itu sangat mengkhawatirkannya.
“Eun Woo oppa?!”
Panggil Jenny pelan. Memastikan ia tak salah melihat. Tanpa aba-aba, Eun Woo
langsung memeluknya.
“Oppa, kenapa
aku bisa ada disini?” Tanya Jenny setelah Eun Woo melepas pelukannya.
“Kau tadi
pingsan di sekolah, Jen.” Jawab Jinjin.
“Jenny-a, kau
sakit apa?” Tanya Eun Woo. Pertanyaan itulah yang sangat mengganggu pikiran Eun
Woo.
“Mungkin hanya
tidak enak badan saja.” Jawab Jenny sambil melirik Jinjin. Meminta bantuan.
“Kau tenang saja
Eun Woo-ya. Jenny hanya sakit biasa.” Imbuh Jinjin.
“Ehem!”
Terdengar suara deheman lumayan keras. Jinjin, Eun Woo bahkan Jenny menoleh ke sumber suara. Siapa lagi kalau
bukan MJ yang bisa berdehem dengan kerasnya.
“MJ hyung, kita
pulang saja yuk? Sepertinya tidak ada yang menyadari kehadiran kita disini.”
Ucap Sanha dengan memasang muka kesal.
“Jangan seperti
itu dong Sanha-ya. Mian.” Ucap Jinjin sambil tersenyum.
Namun senyum itu
tak berlangsung lama. Senyum itu perlahan menghilang ketika tatapan Jinjin
bertemu dengan tatapan Jenny. Tatapan yang paling Jinjin takuti. Tatapan yang
berbeda dengan tatapan ketika melihatnya atau Eun Woo tadi. Jenny tak mengenal
mereka berempat.
“Jenny noona,
gwaenchana?” Tanya Rocky.
“Oh, aku
baik-baik saja.” Jawab Jenny sambil melirik Jinjin.
“Gumawo, kalian
tadi sudah membantuku membawa Jenny kesini. Tapi, sebaiknya kalian kembali ke
sekolah. Kau juga Eun Woo. Biar aku saja yang menjaga Jenny. Nanti kalau eomma
atau appa sudah kesini, aku juga akan ke sekolah dan ikut latihan. Tapi, kalau
aku harus tetap menjaga Jenny, mian aku tak bisa ikut latihan.” Ucap Jinjin.
“Baiklah hyung.
Kau jangan khawatir. Masalah latihan, biar aku yang tangani.” Ucap Monbin.
“Ya sudah, kami
pulang dulu. Cepat sembuh, Jen.” Pamit MJ.
“Ya, terima
kasih.” Ucap Jenny sambil tersenyum. Meski ia masih tak ingat siapa keempat
namja yang sekarang sudah meninggalkan ICU.
“Kau juga harus
kembali ke sekolah, Eun Woo.” Ucap Jinjin pada Eun Woo yang sepertinya tak rela
meninggalkan Jenny.
“Iya, oppa. Kau
harus kembali ke sekolah. Biar Jinjin oppa saja yang menjagaku.” Imbuh Jenny.
“Baiklah. Kau
harus cepat sembuh, Jen. Nanti, aku akan kesini lagi.” Pamit Eun Woo. Jenny
hanya mengangguk.
“Kau tidak
mengingat mereka?” Tanya Jinjin ketika Eun Woo sudah pergi. Jenny menggeleng.
“Kau ingat
ASTRO?” Kali ini Jenny mengangguk.
“Mereka member
di ASTRO. MJ, Sanha, Monbin dan Rocky. Kau sangat akrab dengan mereka.” Ucap
Jinjin.
Jenny menunduk
sedih. Ia sudah mulai lupa dengan orang sekitarnya. Mungkin sebentar lagi ia
juga akan lupa dengan keluarganya bahkan dirinya sendiri. Tak sadar, Jenny menitikkan
airmata. Ia menangis lirih. Melihat Jenny menangis, Jinjin langsung mendekap
Jenny. Menenangkan dongsengnya.
“Oppa, Jenny
takut.” Ucap Jenny disela tangisnya. Jinjin tahu apa yang dimaksud Jenny. Tak
ada respon dari Jinjin. Karena Jinjin sendiri juga takut. Menenangkan Jenny,
hanya itu yang ia bisa lakukan. Perlahan Jenny mulai kembali tenang. Jinjin
melepas pelukannya. Mengusap bekas airmata di wajah Jenny pelan.
“Jika nanti
Jenny sudah lupa semuanya, oppa siap menjadi pengganti memory Jenny. Oppa janji
itu.” Janji Jinjin dengan seulas senyuman.
***
“Kenapa kau ada
di sini, Jen?”Pertanyaan yang langsung dilemparkan Eun Woo ketika melihat Jenny
datang bersama Jinjin ke tempat kompetisi.
“Aku sudah
melarangnya. Tapi, bukan namanya Jenny kalau tidak keras kepala.” Ucap Jinjin.
“Apa tak boleh
aku menonton penampilan kalian. Aku bosan harus tidur terus.” Jawab Jenny.
“Tapi kau masih
sakit, Jen. Kau harus banyak istirahat.” Ucap Eun Woo khawatir dengan kesehatan
gadisnya.
“Tenang saja
oppa, aku sudah sembuh.” Ucap Jenny meyakinkan.
“Hyung, sebentar
lagi giliran kita.” Sela Sanha.
“Oh. Ya sudah
ayo kita stand by. Jen, kau disini saja ya?” Ucap sang leader.
“Arraseo.
Lagipula dari sini aku masih bisa menonton kalian dengan jelas.” Jawab Jenny
tersenyum.
“Baik-baik disini,
Jen.” Pesan Eun Woo sekali lagi.
“Faighting!”
Ucap Jenny memberi semangat.
Sepeninggalan
Eun Woo dan yang lain, Jenny terdiam cukup lama. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu
terjadi pada kepalanya, pada pikirannya. Jenny mencoba terus menguatkan
dirinya. Ia tak mau jatuh pingsan disini. Ia juga sudah berjanji untuk menonton
penampilan ASTRO. Jenny terus menenangkan dirinya. Mencoba mengumpulkan seluruh
kesadarannya kembali.
“Dan grup
selanjutnya, perwakilan dari Fantagio High School, ASTRO!” Ucap sang MC
mempersilahkan ASTRO.
Suara itu juga
membuat Jenny cepat-cepat mengembalikan fokus pandangannya ke panggung di
depannya. Ketika melihat enam namja tampan sudah berdiri di tengah-tengah
panggung, senyum manis sudah terukir diwajah Jenny. Meski senyum itu awalnya
sedikit dipaksakan. Karena Jenny tahu oppanya bisa sangat jelas melihatnya dari
atas panggung.
Tepat seperti
yang diperkirakan Jenny. Dari tempatnya berdiri sekarang, Jinjin bisa sangat
jelas melihat Jenny. Tak bisa dielaknya kalau sampai saat ini perasaannya tak
tenang. Ia takut sesuatu yang tak pernah ia inginkan terjadi. Namun, saat
Jinjin melihat senyum diwajah dongsengnya, ketakutannya sedikit demi sedikit
menghilang.
Tak lama setelah
enam namja memposisikan dirinya diatas panggung, alunan lagu ‘Bang Bang Bang’
milik Big Bang terdengar disertai teriakan para penonton. Seperti terhipnotis,
Jinjin dan kelima member ASTRO lainnya mulai bergerak mengikuti irama musik.
Monbin yang berdiri sebagai center-pun seperti sudah bertransformasi. Bahkan
juga yang lainnya.
Jenny ingin
bertahan, namun sepertinya Tuhan tak mengijinkannya. Memang ia masih bisa
melihat penampilan ASTRO, namun itu tak berlangsung lama. Pandangannya mulai
samar, kepalanya mulai sakit bahkan pendengarannya mulai bermasalah. Jenny
sudah berada diambang kesadaran. Bersamaan dengan berhentinya alunan music itu,
Jenny benar-benar kehilangan kesadarannya.
Tak sengaja Eun
Woo melihat Jenny yang terkulai lemas di kursinya. Tanpa pikir panjang lagi,
Eun Woo langsung berlari menghampiri Jenny. Jinjin dan yang lain juga ikut
berlari setelah mengetahui apa yang menyebabkan Eun Woo meninggalkan panggung.
Semua pandangan orang yang berada di ruangan itu tertuju pada kursi tempat
duduk Jenny. Yeoja itu sudah benar-benar tak sadarkan diri.
***
Lagi-lagi mereka
berenam harus berada di depan ruang ICU. Masih lengkap dengan kostum mereka.
Kali ini tak ada yang berani mulai berbicara. Mereka berenam hanya tertunduk,
terlebih lagi Jinjin dan Eun Woo. Jinjin sudah benar-benar putus asa. Ia tak
bisa membayangkan bagaimana jika beberapa jam yang lalu adalah saat terakhir
Jenny bisa mengingat namanya. Jinjin melirik Eun Woo yang duduk disebelahnya.
Namja itu hanya tertunduk dalam diam. Sebenarnya Jinjin merasa bersalah
menyembunyikan kenyataan mengenai Jenny dari Eun Woo.
“Eun Woo, kau
tak ingin bertanya apa yang terjadi dengan Jenny?” Tanya Jinjin membuka
pembicaraan. Tak ada jawaban dari Eun Woo. Namja itu hanya menoleh sebentar,
kemudian kembali tertunduk.
“Sebenarnya apa
yang terjadi pada Jenny hyung?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Monbin yang
sebenarnya sudah ia tahan dari tadi. Jinjin menoleh pada Monbin, Sanha, Rocky,
MJ dan Eun Woo satu persatu. Ya, sudah waktunya dia mengatakan yang sebenarnya.
“Alzaimer.” Satu
kata yang diucapkan Jinjin berhasil membuat Eun Woo mendongakkan kepalanya.
Berharap mendapat penjelasan lebih lanjut dari Jinjin.
“Bukankah itu
sebuah sindrom yang menyerang saraf otak?” Tanya MJ. Jinjin mengangguk
membenarkan.
“Hyung, jangan
bilang nanti Jenny noona bisa lupa dengan kita, dengan keluarga Jinjin hyung,
dengan Eun Woo hyung.” Ucap Rocky.
“Aku sebenarnya
ingin menjawab tidak. Tapi, sepertinya itu akan terjadi. Mungkin saat Jenny
membuka mata nanti, dia tidak mengenal kita. Dan aku tak berharap itu terjadi.”
Ucap Jinjin dengan airmata yang sudah luput dari kelopak matanya. Monbin duduk
diantara Jinjin dan Eun Woo. Tanganya perlahan menepuk bahu leadernya. Mencoba
menyalurkan sedikit kekuatan.
“Eun Woo, gwaenchana?”
Monbin beralih pada Eun Woo.
“Kau bisa
menjawabnya sendiri bagaimana keadaanku.” Jawab Eun Woo pelan.
Ya, sudah
tersirat jelas diwajahnya bagaimana keadaan Eun Woo sekarang. Perpaduan dari
shock karena baru mengetahui kenyataan tentang Jenny dan takut kalau Jenny
membuka mata nanti tak mengenali siapa Eun Woo sampai Eun Woo tak bisa berkata
apa-apa. Ia tak bisa menyalahkan Tuhan kenapa menulisakan takdir seperti ini.
Ia tak bisa menyalahakan Jinjin kenapa baru mengatakannya sekarang. Jadi ia
hanya menyalahkan dirinya sendiri, kenapa tak peka dengan yang pernah terjadi
atau kenapa dia tak pernah memberikan kenanagan yang membekas di hati Jenny.
Ah, namja macam apaan dia. Eun Woo menarik rambutnya frustasi.
Pintu ICU
terbuka perlahan, menampakkan seorang dokter dan suster disampingnya. Tuan dan
Nyonya Park yang baru saja datang langsung menghampiri dokter tersebut. Tak
ketinggalan Jinjin yang juga berdiri disamping eomma dan appa nya. Begitu juga
Eun Woo, Monbin, Sanha, Rocky dan MJ. Dokter tersebut tak banyak bicara hanya
gelengan kepala pelan yang bisa menjawab pertanyaan tanpa kata dari orang-orang
yang berada dihadapannya sekarang.
“Yang kita semua
takutkan, akhirnya terjadi.” Ucap dokter itu pelan. Kalimat yang tak ingin
didengar oleh siapa pun yang sekarang berdiri di depan ruang ICU. Dokter itu
melangkah meninggalkan ruang ICU, meninggalkan Nyonya Park yang menangis
didekapan suaminya, meninggalkan Jinjin dan Eun Woo yang semakin menunduk untuk
menyembunyikan airmatanya, dan keempat namja lainnya yang hanya diam tak tahu
apa yang harus mereka lakukan.
“Kau masuk
duluan saja, appa akan menenangkan eomma mu dulu.” Pinta Tuan Park pada Jinjin.
Tanpa bicara Jinjin melangkahkan kakinya masuk ICU. Siap tak siap ia harus
menemui Jenny.
“Kalian juga
masuklah dulu. Temani Jinjin.” Ucap Tuan Park menyuruh Eun Woo dan yang lain
masuk. Eun Woo tak bergeming di tempatnya.
“Kau harus
menemui Jenny, Eun Woo-a” Bisik MJ sambil mendorong Eun Woo pelan untuk masuk
ke ICU.
“Jenny-a.”
Panngil Jinjin pelan ketika sudah berdiri di samping ranjang Jenny. Jenny
menoleh pelan padanya.
“Nugu?” Tanya
Jenny pelan. Satu kata yang benar-benar menjawab ketakutan Jinjin. Rasanya saat
itu juga Jinjin ingin menangis mendengar dongseng yang sangat disayanginya tak
lagi mengenalnya. Tapi, diusapnya dengan kasar airmata yang sudah akan menetes.
Kemudian digantinya dengan senyuman yang sebenarnya dipaksakan.
“Jenny-a, kau
bisa memanggilku Jinjin oppa. Aku oppa mu.” Jinjin mengenalkan dirinya sendiri
seperti saat Jenny masih kecil dulu.
“Namaku Jenny?
Dan kau oppaku, Jinjin oppa?” Tanya Jenny memastikan.
“Park Jenny, itu
namamu.” Ucap Jinjin masih dengan senyumnya. Jenny mengangguk mengerti dan
perlahan juga ikut tersenyum.
“Annyeong Jenny
noona.” Sebuah suara yang menyapanya membuat Jenny menoleh pada lima namja
asing yang sudah berdiri tak jauh dari ranjangnya. Jenny tak segera membalas
sapaan itu. Ia hanya melihat dengan tatapan tak kenal.
“Ah, iya.
Kenalkan mereka Sanha, Monbin, Rocky, MJ mereka teman-teman oppa.” Jinjin
mengenalkan keempat namja itu satu persatu. Jenny menyapa dengan senyum. Tapi,
pandangannya berhenti pada sosok namja yang berdiri di samping Jinjin yang
belum dikenalkan Jinjin padanya. Namja itu hanya memandangnya kosong.
“Oh, dan ini Eun
Woo. Dia..”
“Aku juga
temannya Jinjin hyung dan teman sekelasmu.” Potong Eun Woo cepat sebelum Jinjin
menyelesaikan ucapannya. Semua pandang tertuju pada Eun Woo. Kenapa dia tak
mengatakan siapa dia sebenarnya? Kenapa dia hanya mengenalkan dirinya sebagai
teman Jenny? Pandangan itu seolah meminta penjelasan.
“Mian. Aku tak
bisa mengingat kalian.” Ucap Jenny pelan.
“Gwaenchana
Jenny-a. Toh, sekarang kau sudah mengetahui siapa kami.” Ucap Jinjin sambil
membelai rambut Jenny lembut.
“Hyung,
sepertinya kita harus pulang. Tak apa kan?” Pamit Monbin.
“Oh, tak apa.
Gumawo sudah menemaniku disini." Jawab Jinjin.
“Sama-sama
hyung. Ya sudah kami pulang dulu. Cepat sembuh noona.” Ucap Rocky hanya dibalas
senyuman dari Jenny. Setelah lambaian tangan sebentar, lima namja itu
benar-benar hilang dibalik pintu.
“Eun Woo-a,
kenapa kau mengenalkan dirimu seperti itu? Kenapa kau tak mengatakan sejujurnya
saja?” Tanya MJ ketika mereka berlima
berjalan dikoridor rumah sakit.
“Aku tak ingin
membuatnya shock kalau aku langsung mengenalkan siapa diriku sebenarnya.
Mungkin sebaiknya seperti ini dulu.” Jawab Eun Woo tenang tapi pasti.
“Hyung, apa bisa
aku mendonorkan sedikit memory ku pada Jenny noona? Setidaknya agar dia ingat
siapa Eun Woo hyung itu sebenarnya.” Ucap Sanha dengan polosnya.
“Tidak perlu
Sanha-a. Aku tak apa-apa.” Ucap Eun Woo sambil tersenyum. Senyum yang menutupi
kepedihannya.
“Apa yang akan
kau lakukan?” Kali ini Monbin yang bertanya.
“Mungkin aku
akan menunggunya. Ya, menunggunya.” Putus Eun Woo.
“Menunggu?
Sampai kapan? Bukankah menunggu itu membosankan hyung?” Tanya Rocky.
“Entahlah. Yang
jelas sampai Jenny bisa mengingat sepenuhnya siapa aku.” Jawab Eun Woo.
Sebenarnya kalau boleh jujur, ia tak begitu yakin dengan apa yang dia ucapkan.
Apakah dia akan benar-benar sanggup menunggu Jenny sampai dia mengingatnya dalam
waktu yang tak bisa ditentukan? Tapi ia juga tak bisa dengan mudahnya
memaksakan kehendaknya begitu saja. Kau harus menunggu, Eun Woo.
***
Sudah seminggu
sejak hari kompetisi itu dan juga hari dimana Jenny mulai tak mengenal
orang-orang disekitarnya. Dan dua hari
yang lalu, Jenny sudah mulai menginjakkan kaki di Fantagio High School dan
mulai mengikuti pelajaran di kelas. Tak banyak yang berubah. Seperti yang
pernah Eun Woo katakan, ia akan tetap menunggu dalam diam. ASTRO masih berlatih
seperti biasa. Namun waktunya sedikit berkurang, karena Jinjin dan MJ sudah
mulai sibuk menyiapkan ujian akhir. Ruang latihan sedikit sepi, karena sekarang
tak ada lagi yeoja yang menyelonong masuk saat latihan atau yeoja yang
berteriak memberi semangat.
Eun Woo melangkah
sendiri menyusuri koridor. Ya, hari ini tak ada latihan. MJ dan Jinjin sedang
mengikuti jam tambahan untuk ujian akhir. Monbin hari ini tak masuk. Sanha dan
Rocky entah kemana dua makhluk itu. Akhirnya seperti inilah Eun Woo, pulang
sendiri.
Tiba-tiba
langkah Eun Woo tehenti ketika melihat yeoja yang sangat ia rindukan sedang
berdiri di samping pintu utama Fantagio High School. Perlahan, Eun Woo
melangkah menghampiri Jenny yang sepertinya tak sadar akan kedatangan Eun Woo.
“Jen?” Panggil
Eun Woo pelan.
“Eh. Eun Woo?” Jenny
memastikan ia tak salah panggil nama.
“Sedang apa kau
di sini?” Tanya Eun Woo.
“Aku sedang
menunggu Jinjin oppa. Tapi sampai sekarang dia tak kunjung muncul.” Jawab Jenny
sedikit menggerutu.
“Apa Jinjin
hyung tak bilang padamu kalau hari ini dia ada jam tambahan?”
“Tidak. Dia
tidak mengatakan apa-apa. Ah, aku pulangnya bagaimana?” Ucap Jenny kesal.
“Bagaimana kalau
aku antarkan pulang? Daripada kau menunggu Jinjin hyung yang entah kapan
pulangnya. Lagian rumah kita searah.” Tawar Eun Woo hati-hati. Eun Woo miris
mendapati keadaan ini. Jika dulu Jenny yang selalu memintanya untuk pulang
bersama kadang tak memperdulikan Jinjin. Tapi sekarang, Eun Woo yang menawarkan
itu pada Jenny. Keadaan sudah benar-benar berubah.
“Emh..apa tak
merepotkanmu?” Tanya Jenny hati-hati.
“Ah, tidak.
Tidak merepotkan sama sekali. Dulu kita juga sering pulang bersama.” Ucap Eun
Woo sedikit berharap Jenny bisa mengingat dengan kalimat terakhirnya itu.
“Oh, baiklah
kalau begitu.” Putus Jenny akhirnya.
***
“Jen, kau tadi
pulang dengan siapa?” Tanya Jinjin langsung meskipun dia baru saja pulang.
“Kenapa oppa tak
bilang kalau oppa ada jam tambahan?” Tanpa menjawab pertanyaan oppa nya, Jenny
justru bertanya balik dengan kesal.
“Mian. Aku lupa
memberitahumu. Dengan siapa tadi kau pulang, Jen?” Jinjin masih penasaran siapa
yang mengantarkan dongsengnya pulang. Karena Jinjin tahu Jenny masih takut
untuk pelang sendiri.
“Aku tadi pulang
dengan Eun Woo, oppa. Tak usah terlalu khawatir begitu.” Jawab Jenny santai.
“Eun Woo? Kau
sudah ingat siapa Eun Woo itu?” Tanya Jinjin. Dalam lubuk hatinya , Jinjin
ingin jawaban ‘iya’ yang keluar dari mulut Jenny atau bahkan anggukan kepala
saja juga tak apa.
“Jelas aku
mengingatnya, oppa. Dia teman sekelasku dan juga temanmu. Kalau aku tak ingat,
aku juga tak mau diantarkannya pulang.” Jawab Jenny. Jinjin mendesah kecewa.
“Oppa cepat kau
mandi! Kau sudah janji akan menceritakan masa kecil kita. Kau tidak lupa kan?”
Selidik Jenny. Jinjin hanya mengeleng pelan. Setengah dipaksa Jenny, Jinjin akhirnya
berdiri dan melangkah ke kamarnya.
“Darimana aku
harus bercerita?” Tanya Jinjin ketika dia sudah selesai mandi dan ikut Jenny
duduk di gazebo depan rumahnya.
“Terserah oppa.
Emh..mungkin dari aku lahir?” Jawab Jenny.
“Baiklah.”
Sanggup Jinjin sebelum ia memulai cerita panjangnya.
Seperti
permintaan Jenny, Jinjin mulai menceritakan bagaimana masa kecil mereka berdua
sampai saat dimana Jenny kehilangan semua ingatannya. Ketika Jinjin bercerita,
Jenny memperhatikannya dengan serius. Jenny tak menyangka, kehidupannya dulu
sangat menyenangkan. Ia sedikit sedih, kenapa sekarang dia harus menjalani
hidupnya dari awal? Tak ada lagi kenangan yang ia bisa ingat sedikitpun.
“Gumawo oppa
sudah mau menceritakannya padaku.” Ucap Jenny ketika Jinjin sudah selesai
bercerita. Jinjin hanya tersenyum sambil terus memperhatikan Jenny.
“Jen, sebenarnya
masih ada satu lagi orang yang seharusnya kau ingat.” Ucapan Jinjin hanya
mendapat tatapan penuh tanya dari Jenny.
“Eun Woo. Cha
Eun Woo.” Lanjut Jinjin.
“Cha Eun Woo?
Bukankan dia hanya teman sekelasku dan
kebetulan juga teman oppa?” Tanya Jenny.
“Jen, dia tidak
hanya teman sekelasmu atau teman oppa. Seharusnya oppa tidak berhak
menceritakan ini padamu. Tapi, oppa sudah tak bisa melihatnya seperti ini terus
yang hanya bisa menunggumu.” Ucap Jinjin masih tak membuat Jenny paham.
Paham kalau
Jenny masih tak bisa kearah mana pembicaraan ini, Jinjin memilih segera
menceritakan semua mengenai Eun Woo. Bagaimana sebenarnya hubungan Jenny dengan
namja itu. Tak bermaksud membebani pikiran Jenny, Jinjin hanya ingin Jenny tahu
bahwa ada orang yang menunggunya. Mendengar semua penjelasan oppa-nya, tak
sadar Jenny meneteskan airmatanya.
“Aku harus
bagaimana oppa?” Tanyanya pelan.
“Jangan paksa
dirimu kalau kau benar-benar tak bisa mengingatnya. Tapi setidaknya sekarang
kau tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia ada dihidupmu dulu.” Ucap
Jinjin menepuk pelan bahu Jenny.
“Jen, oppa yakin
dia akan bisa menunggumu sampai kau benar-benar siap untuk kembali melanjutkan
ceritamu dengannya.” Imbuh Jinjin terus menenangkan dongsengnya.
***
Esoknya, Jenny
melihat Eun Woo baru saja memasuki kelasnya. Pandangannya terus mengikuti Eun
Woo yang berjalan kearahnya. Merasakan pandangan Jenny, Eun Woo hanya senyum
sekilas meskipun ia ingin melakukan lebih dari itu. Jenny melihat senyum itu.
Senyum yang bisa membuat yeoja mana saja jatuh hati pada Eun Woo. Jenny kembali
mengingat cerita oppa-nya tadi malam tentang namjanya, tentang cerita mereka
berdua. Eun Woo terus melangkah. Dan kini dia melewati meja Jennym menuju
mejanya, dua meja di belakang Jenny.
“Oppa.” Satu
kata yang keluar dari mulut Jenny berhasil membuat Eun Woo menghentikan
langkahnya.
Panggilan itu
pelan tapi masih bisa ditangkap telinga Eun Woo. Meski tak yakin sebutan itu
untuknya, Eun Woo tetap tak melanjutkan langkahnya. Pandangannya sedikit
melirik ke pintu. Tak didapatinya Jinjin berdiri di sana. Jadi, Eun Woo
memutuskan tetap berdiri di tempatnya. Dan menunggu kelanjutan dari panggilan
itu.
“Eun Woo-a.
Kenapa kau berdiri disitu?” Terdengar panggilan Monbin dari mejanya. Itu tak
membuat Eun Woo beranjak. Ia yakin, Jenny ingin mengatakan sesuatu. Apa dia
sudah mengingatnya?
“Maaf, keadaan
ini memaksamu mengingat cerita kita sendiri. Maaf, aku belum bisa mengingatmu
atau mungkin tidak akan pernah bisa mengingatmu lagi. Maaf, membuatmu menunggu
entah sampai kapan.” Ucap Jenny masih dengan pelan. Mungkin ia tak mau orang
lain mendengarnya.
Eun Woo masih
tak bergeming di tempatnya. Ia juga tak menjawab semua ucapan Jenny. Tak sadar
ia menahan nafasnya. Jujur, ia terkejut dengan apa yang ia dengar. Meski ada
sedikit kesedihan Jenny belum mengingatnya seperti apa yang ia kira sebelumnya,
namun Eun Woo cukup bahagia Jenny sudah mengetahui siapa Eun Woo sebenarnya.
“Kalau kau
lelah, kau bisa berhenti dan istirahat.” Ucap Jenny tak menambah volume
suaranya. Tapi ada keputusasaan di dalam nada bicaranya.
Kali ini Eun Woo
tak bisa terus diam saja. Secara cepat, ia memutar badannya dan menarik paksa
Jenny untuk berdiri dari kursinya. Tanpa permisi dibawanya Jenny kedalam
dekapannya. Tak ada protes dari Jenny. Mungkin karena ia tak menyangka Eun Woo
akan melakukan seperti ini. Tapi Jenny juga tak membalas pelukan itu. Jenny
hanya diam tapi ia menikmati dekapan itu. Dekapan yang sangat ia rindukan.
Meski ia tak ingat kapan terakhir kali Eun Woo mendekapnya seperti ini.
“Aku tak lelah.
Aku tak ingin berhenti ataupun istirahat. Aku akan menunggumu sampai kapanpun.
Dan aku tak menerima semua permintaan maafmu. Meski kau belum bisa mengingatku,
tak apa. Kau bisa mengetahui siapa aku saja, itu sudah cukup. Aku akan selalu
disini, Jen.” Bisik Eun Woo lembut.
“Gumawo…oppa.”
Ucap Jenny meski ada jeda untuk mengucapkan ‘oppa’.
Perlahan Jenny
membalas pelukan itu. Mereka berdua tak peduli jika pagi ini mereka menjadi
tononan di kelasnya. Beberapa pasang mata yang menyaksikan drama itu tak ada
yang berkomentar. Penghuni kelas itu seperti membiarkan Eun Woo dan Jenny
hanyut dalam dunia mereka berdua. Tanpa mereka semua sadari, sepasang mata mengawasi
mereka dengan haru. Airmatanya menggenang di kelopak matanya namun senyum
bahagia menghiasi wajah namja itu. Meski otak akan lupa, namun hati tak akan
pernah lupa. Itu yang ia pelajari dari dongsengnya.
##FEBRIAZ##
Thanks for reading, guys. Yang mau komen silahkan. Kritik boleh, saran boleh, ataupun hanya sekedar menyapa boleh. Febriaz

Tidak ada komentar:
Posting Komentar